Alkisah
disebuah rumah kecil mungil yang dihuni oleh seorang siswi SMA Negeri 1 Sungai
raya yang di paksa ibunya belajar mengaji kepada seorang mahasiswi muslimah.
Siang itu adalah hari pertama Cici belajar mengaji. Membaca Iqro 3 dengan susah
paya dan terbata-bata.
“maa kisiynaa
fiy hii Abadan. Lisam, eh lisa’yihaa ro dhiyatun. Fal tazu, eh fal yadzu qu…
hu… hami..y mun….”
Hari demi hari
Gadis tomboy itu belajar membaca demi menyenangkan hati sang ibundanya walaupun
dengan perasaan terpaksa ia tetap mengaji. Sebagai guru ngaji, Nita memiliki
tanggungjawab untuk membina dan mendidik Cici namun nasehat-nasehat Nita tidak
bisa bertahan lama, semakin hari Cici semakin tidak bersemangat belajar
mengaji, semakin hari semakin sedikit saja lembaran yang dibacanya dan Cici
sudah berani bolos mengaji dan tidak mau pulang ketika jadwal ia mengaji.
Senin pagi kala
itu adalah hari yang cerah tapi kelas XI IPA 3 telah kehilangan suara merdu
Cici, Cici tak lagi seceria dulu, ia jadi sering uring-uringan, pr tak
dikerjakan, sering nyontek, eksistensinya dikelas mulai terhenti, kemana-mana
sendiri, lebih sering tidur-tiduran. Hal itu membuat teman-temannya menjadi
bingung dan khawatir.
Seminggu yang
lalu Sekolahnya mengumumkan ajang kompetisi ramadhan untuk semua siswa muslim
untuk mengikuti perlombaan mading 3 dimensi, ceramah, cerdas cermat dengan tema
Ramadhan dan remaja. Soni, Sari, Zainuddin dan juga Sahirul sepakat untuk
mengikuti semua perlombaan itu namun personil mereka berkurang karena Cici
menolak untuk ikut. Dengan kesibukan teman-temannya mempersiapkan perlombaan
Cici semakin tidak memiliki aktifitas dibulan Ramadhan itu, ia hanya sekolah,
belajar mengaji dan belajar untuk pelajaran di Sekolahnya dan hari-hari terasa
sangat membosankan baginya.
Sudah hampir
sebulan lebih dan kini Cici sudah naik Iqro 4 tapi masih juga belum
lancar. Hari itu sudah menunjukan pukul
14.00 wib tapi Nita tak kunjung muncul, ada kegembiraan yang merakui hati gadis
muda itu dan dihari berikutnya Nita juga tak datang hingga hari ke 4. Timbul
perasaan cemas dibenak Cici, kenapa guru ngajinya tak datang, apa kah sudah tak
mau mengajarinya atau sakit, kenapa tak ada kabar?. Ingin di telpon tapi Cici tak
punya nomor Hp Nita, ingin berkunjung tapi tak tahu dimana rumahnya. Akhirnya Cici
pasrah tidak ada usaha lain dan ia tak mengaji.
Di hari kelima
akhirnya Nita datang dengan keperluan seperti biasa, ia mengajari Cici ngaji.
Tapi kali ini agak berbeda. Nita ingin mengajaknya pergi kesesuatu tempat.
Mendengar ajakan Nita Cici menurut saja dan menerima ajakan dari gurunya itu.
***
“Allahu
Akbar Allahu Akbar…………” Di tengah
keramaian kota Pontianak masih ada Majid-masjid yang selalu bertasbih memuji
kebesaran Tuhan seru sekalian alam.
Setelah
menyimpan mukenah ketempat penyimpanan mukenah Cici selanjutnya mencari sosok
guru ngajinya dan mendekat kesamping Nita yang sedang hikmat membaca untaian
surat cinta dari Illahi robbi.
“Kak kok ndak
ngaji dirumah kak? Disini kan ramai kak, masa Cici ngaji Iqro disini kak, malu
kak Cici.” keluh Cici. Ia agak bingung tapi Nita menyuruhnya sabar dan selang beberapa
menit semua hamba Allah telah siap dengan duduk melingkar dan setiap orang
memegang mushaf Al-Qur’an dan ada juga yang membaca Iqro sama seperti Cici
hanya ia berusia lebih muda dari Cici
“kak, itu buku
apa?” tanya Cici setelah melihat seseorang membuka sebuah buku besar berwarna
coklat tua. Cici kaget bukan main setelah tahu yang dibaca kakak itu adalah
Al-Qur’an yang tidak ada tulisannya tapi hanya titik-titik timbul yang bisa
diraba dan yang membaca tidak bisa melihat atau buta
“kakak itu namanya kak Asma, kak Asma memang
sudah sejak kecil ga bisa lihat, tapi semangatnya untuk baca Qur’an sangat kuat
Ci, sampai akhirnya ia bergabung dengan yayasan penghafal Al-Qur’an kakak lupa
nama yayasannya dan disanalah kak Asma dibantu dengan guru-guru disana untuk
belajar baca Qur’an Braile itu buku Coklat itu memang tidak ada tulisan arab
tapi buku itu adalah Al-Qur’an yang bisa diraba dengan titik-titik yang ada di
lembar buku itu, tidak hanya kak Asma yang belajar disana, bahkan ada Ibu-ibu
dan juga ada yang sudah umurnya 50 tahun ke atas dan mereka semangat belajarnya
kuat, mereka selalu optimis kalau mereka bisa bahkan mereka sudah ada yang
hafal Al-Qur’an. Coba Cici lihat kak Asma, walaupun ga bisa lihat dengan mata
tapi ada tangannya yang selalu bisa diandalkan untuk melihat huruf-huruf itu.”
Jelas Kak Nita dengan lembut
Penjelasan Nita
telah menyentuh hatinya dan ia mulai memahami apa yang telah ia lakukan selama
ini dan Cici menyesal karena telah menyia-nyiakan waktunya hanya untuk
bermalas-malasan tidak mau belajar mengaji. Pada dirinya sendiri dan kepada
Allah juga Kak Nita gurunya, ia berjanji untuk istiqomah belajar mengaji hingga
bisa sepeerti kak Asma.
***
Sore itu cuaca
tidak begitu menyengat kulit, siswa dan siswi SMA Negeri 1 Sungai raya sudah
pada pulang sekolah sejak tadi, angin sepoi-sepoi mengatar Nita menuju sebuah
gang kecil, kartika 5 di area pangkalan Sudirman dan sesampainya pintu telah
ada yang menunggu kedatangannya sedari tadi lengkap dengan pakaian takwanya
juga iqro yang telah siap dibaca. Dengan semangat ia membaca lembar demi lembar
Iqronya
“Assalamualaikum……………….” Koor Soni,
Sari, Zen, Sahirul
“Wa
alaikumsalam….” Jawab Nita dan Cici yang masih berada ditempat mereka
belajar ngaji dan baru saja meyelesaikan bacaannya dan mempersilahkan
teman-temannya duduk.
Cici kedatangan
tamu dari teman-temannya dan setelah mereka duduk
“Cici…..Selamat ulang tahun!!!!” seru
teman-teman sambil mengarahkan tangan mereka yang memegang sebuah kado
“Selamat milad Ukh. Semoga makin rajin
ngajinya, makin rajin ibadahnya, dan sisa umurnya diberkahi oleh Allah..”
“aamiin!”
“hehe keluar
dah bahasa rohis nya, tapi makasih ya, kalian semua ingat aja hari lahir Cici,
boleh dibuka sekarang ga kadonya?”
“wah, makasih ya Rul” ucap Cici, tak terasa
matanya berkaca-kaca tapi tidak sampai meleleh
“itu buat kamu,
agar lebih semangat lagi ngajinya, dan bisa dibawa kemana-mana. Susah lo Ci
nyarinya, limited edition tuh Ci, hehehe”
“eh em….” Suara Zen berdehem
“itu belinya rame-rame kok Ci, waktu itu kita kan menang lomba nah
hadiahnya kita beliin itu”
“Jadi kalian menang? masyaAllah, maaf nih ga
ngasi semangat. Sampe ga tahu juga kalau kalian menang. Kalian hebat. Selamat
ya”
“walaupun
sekarang udah masuk sekolah tapi suasana ramadhan masih terasa. Puasa kali ini
lebih bermakna, kita semua lewati ramadhan tahun ini dengan semangat memperbaiki
diri. Cici belajar ngaji, kita dapat banyak pengetahuan tentang ramadhan lewat
lomba-lomba itu.”
“Man Jadda wa
Jadda, siapa yang bersungguh-sungguh ia pasti akan berhasil. Semoga diluar
ramadhan kita juga bisa banyak belajar dan kita juga bisa bisa dapat banyak
pengetahuan baru!” ungkap Sahirul dengan semangat 45
“aamiin…….ternyata
puasa ga bikin kita lemes dan kehilangan semangat malah sebaliknya” seru Cici
“tapi Ci usai
ramadhan, harus tetap baca yang rajin ya Qur’annya soalnya semakin rajin kita
baca, semakin mudah lidah kita untuk melafalkannya dan semakin mudah untuk kita
menghafalkannya Ci, jangan lupa Allah itu akan meninggikan derajat orang-orang
yang berilmu apa lagi ilmu Qur’an, apalagi kalo ditambah yang pinter Qur’an itu
Cici yang nanti kayak kak Nita….wah Allah kayaknya ngasih banyak rahmat-Nya
buat muslim yang mau menuntut ilmu”
“Aamiin……………….”
***
0 komentar