Angin
semilir masuk melewati celah jendela terbingkai kayu belian bercat coklat tua,
hawa dingin sejenak menerpa wajah ku serasa damai dalam suasana tenang seorang
diri di sebuah ruangan 3x4 m, berdinding beton bercat kuning berlangit hijau
dan ada motif rumput di bawah dinding.
Suasana
hati ku sedang bahagia hari ini, pasalnya ada kejadian aneh yang melibatkan
diriku sebagai tokoh utama ketika kemarin sore dikampus STAIN tercinta.
Cahaya
lampu terang benderang menemani sebuah pena menorehkan tinta hitam di atas
kertas ukuran 10x7 cm, di atas lembaran putih bergaris emas, setiap kata-kata berpindah
dari sumber sastra ke dalam my diary.
Di
dalam kamar itu aku begitu nyaman berlama-lama, berguling-guling di kasur,
dilantai, bercengkrama dengan buku-buku koleksiku, mengerjakan tugas-tugas
kuliahku, dan dengan senang hati ku balas sms-sms dari kawanku.
Sungguh
tiada tempat yang paling kusukai di rumah ini kecuali kamar mungil dengan pintu
triplek sederhana dan bertuliskan namaku disana “Rania Pritania”, dan terkadang
di kamar inilah peristiwa gemuruh pecah berhari-hari ditemani tangis sedih yang
tak sedikit waktu yang mengawalnya.
Di
kamar secerah mentari inilah diriku menerawang jauh menelusuri sejarah 6 jam
lalu, sambil tangan bergerak dari kiri ke kanan balik lagi ke kiri, terbayang
seorang sahabat tadi sore suaranya begitu lantang memanggil namaku
“Rania…….”
Teriaknya dan membuatku menoleh kala itu
“Iya…..apa
Rin?”Tanya
“Hari
ini dirimu maju persentasi kan?” Tanya Rini meyakinkan
“Iya
rin, kenapa?”
“Kayaknya
bapak ndak datang lah Ra’”
“Emang
bapa’ kemana? Masa' ndak masuk lagi minggu lalu kan ga masuk juga” keluh ku
“Kurang
tau juga ya, coba Tanya pa’we” saran Rini
Ketika
kutemui ketua tingkat ku yang sedang sibuk dengan kawannya Sani, dan ketika ku tanya
tentang dosen kelihatannya raut wajahnya berubah menjadi kecut saat melihat
ku dan hal itu tidak biasa bagi ku. Heran menghampiri otakku, ku tinggalkan
Ridwan ketua tingkatku dan ku cari kawan kelompokku, ketika ku temui mereka rasanya ekspresi2 mereka sama dengan si Ridwan, aku bingung kenapa mereka jadi aneh, aku
menoleh ke jam tanganku dan kaget, sudah waktunya masuk.
Hampir
setengah jam kami menunggu di kelas, tapi dosen akhlak tasawuf, pa Sudiro belum
juga datang, pikiranku agak sedikit kesal ditambah lagi suasana yang asing hari
ini, mereka seperti tidak memperdulikanku, kenapa mereka semua, apa salah makan
obat atau kelebihan makan obat?
Hingga kekesalankku akhirnya memuncak, tidak ada kepastian dosen akan masuk
kelas dan aku memutuskan untuk pergi saja ke perpus, tapi Rini menahan ku,
meminta agar aku menunggu sebentar lagi, “Sampai kapan ku tunggu, semenit lagi
dosen tidak masuk takkan ada yang bisa menghalangi langkahku ke perpus, titik”.
Semenit
kemudian, dosen tak datang dan aku sudah hampir keluar kelas, ketika
kawan-kawan berseru
“Rania….jangan
pergi….” Ko or mereka, n mengapa mereka begitu, dari cuek abis, sekarang
perduli amat? Ternyata….
Dosen sudah di depan mukaku… ya Allah secepat kilat aku masuk kembali dan langsung duduk dan tak lakukan apapun. Tiba-tiba pa Sudiro melotot matanya berkata,
Dosen sudah di depan mukaku… ya Allah secepat kilat aku masuk kembali dan langsung duduk dan tak lakukan apapun. Tiba-tiba pa Sudiro melotot matanya berkata,
“Kamu mau kemana? Pulang? Ini baru jam berapa? Mahasiswa kok pikirannya pulang
melulu, gimana mau dapat ilmu” serganya
“Aduh
pa’, saya bukan mau pulang ehm, saya mau ke perpus pa' nyari bahan tugas pa, bapak kan
tadi ga ada bilang kalo terlambat jadi saya pikir bapak nda masuk, ya maaf ya pa’!” jawab ku setengah merinding sekaligus heran karena bapak akhlak tasawuf
kok bisa marah, seharusnyakan zuhud
“Kenapa
kamu tidak Tanya sama teman-tman mu. Bapak ada ketemu sama ketua tingkat mu
tadi pagi dan bapak ada ngomong ke dia, kok kamu tidak tau?”
“Iya
pa, lain kali tidak di ulangi lagi pa’”
“Awas
yah… kamu mau ke perpus kan, silahkan pergi keperpus.”
“Lo
Pa’ saya kan presentasi hari ini pa’?”
“Tidak
usah presentasi, teman kamu kan bisa, tanpa kamu biar mereka yang presentasi,
sudah kamu keluar sana, ke perpus.”
“Pa’”
“Cepat!”
“Pa’
masak gara-gara saya mau ke perpus di suruh keluar, biasanyakan yang terlabat
yang keluar pa’?
“Jadi
kamu nyuruh saya keluar gitu? Baik, karna kamu tidak mau keluar saya yang
keluar!”
“Lo
Pa’ bukan masuk saya bapak yang keluar Pa’ biasanya kan anak yang keluar itu
anak yang terlambat, saya kan ga terlambat”
“Sekarang
kamu atau saya yang keluar?” semua ruangan hening kala itu, diriku sedih karena
kawan kelas ku ga ada yang bersuara, mereka tertegun bahkan ada yang tersenyum
simpul, apa maksud mereka? Ingin apa mereka, kenapa hal ini terjadi padaku,
kenapa aku tidak menunggu saja tadi, kenapa harus keluar, kenapa bapak ini harus
ngamuk….ya Allah……tolong hamba…..
Dengan
posisi duduk yang masih melekat tas di punggung ku aku berdiri sambil menahan
suara
“Ya
udah Pa, kalo bapak mau saya ke perpus atau keluar atau kemana, saya keluar aja
Pa, biar teman-teman yang lain bisa diskusi tanpa saya.” Jawabku lemes dan
berlalu melewati pak gemuk nan tinggi itu.
“Eh,
kamu tunggu dulu, ini ketinggalan ”cegahnya
Aku
tak memperdulikannya karena aku yakin barang-barangku tidak ada yang tertinggal
“Ra…Rania….
Tunggu, nih ketinggalan Ra…” dan ketika aku berbalik aku kaget setengah sedih
sebuah lilin menyala berwarna kuning diatas sebuah lingkaran krim p;utih merah
dan ada strawberry di samping cahaya kuning itu, dan sebuah lagu nyaring
mengiringi langkah menuju benda lembut itu
Tak
sadar ada yang jatuh di pelupuk mataku, terharu atau takut dimarah dosen tadi
aku pun tak tau, yang ku tau mereka telah berhasil mengerjaiku, mereka
ngerjain hari ulang tahunku……..
“med
milad sob, afwan yah, ini idenye Ridwan, diriku Cuma penggembira, hehe” ucap
Rini sambil mengantar kue ke hadapanku, dan tidak ada persentasi makalah hari
ini yang ada presentasi mental dan sandiwara.
My
sweety diary, itu pertama kalinya aku jadi korban ulang tahun, mungkin ini
adalah karma karena di masa SMA semua kawan2 ku kerjai saat mereka milad, ya
AllAH, ternyata banyak orang2 yang menyayangiku meskipun kadang aku sering
membuat kesal dengan argumen yang tidak
ada habis2nya.
4
januari, 15.20 peristiwa bahagia di kampus, diary kalau bukan kamu dan kamar ku
mungkin kisah ini tak kan terbagi, aku dan kamarku bagai sebuah hati merah
jambu yang terbagi dua, dan engkau adalah warna yang membuat hati itu menjadi
merah jambu.
0 komentar