E. GERAKAN DAKWAH MUSLIMAH KAMMI
Mengapa KAMMI perlu memperhatikan isu perempuan, itu bukah
hal yang aneh. Selain secara statistik, jumlah kader perempuan yang
lebih banyak di KAMMI, juga karena Islam sangat memperhatikan isu
perempuan. Di era 1990-an, membicarakan masalah kesetaraan gender
merupakan hal yang tabu di kalangan perempuan. Gagasan kesetaraan
gender masih dianggap pemikiran yang kurang sesuai dengan Islam.
Mustahil menyamakan peran laki-laki dan perempuan karena Allah
menciptakan perempuan dan laki-laki itu berbeda secara fisik dan
psikologi. Islam dan gerakan feminisme menjadi dua gerakan yang
bertentangan.
Gerakan Islam memandang gagasan feminisme bertentangan dengan
syariat. Ayat yang selalu diperdebatkan adalah “al-rijaalu qowwamuna
‘ala nisa.” Bahwa laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita. Jadi, sangat
dilarang seorang perempuan menjadi pemimpin di sebuah organisasi
selama di sana masih ada laki-laki. Lebih baik memilih laki-laki meskipun
kurang kafa’ah (mampu) daripada perempuan meskipun kafa’ah.
Para feminis juga selalu mencibir tokoh-tokoh Islam yang beristri
banyak dan membatasi ruang santriwati. Islam mengurung perempuanperempuan cerdas di rumah-rumah dan madrasah khusus. Setinggi
apapun tupai melompat, akhirnya kembali ke sarangnya juga. Setinggitinggi perempuan sekolah, akhirnya jadi ibu rumah tangga saja. Itulah
pertarungan ideologi yang belum berujung hingga saat ini.
Sebagai sebuah gerakan ideologi, benturan terhadap berbagai
pemikiran itu hal biasa. Pertanyaannya adalah di mana posisi gerakan
dakwah muslimah KAMMI? Apakah muslimah KAMMI juga akan
mengambil posisi yang berseberangan di ekstrem kanan?
Yang menarik dalam pertarungan pemikiran kesetaraan gender itu
adalah bahwa fakta yang dibicarakan adalah sama. Perempuan tertinggal
dalam hal pendidikan dari laki-laki. Buruh perempuan digaji lebih kecil
dari laki-laki. Kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak disebabkan
oleh laki-laki. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi.
Jika terjadi PHK besar-besaran, maka perempuan-perempuan
bekerja untuk menghidupi keluarga. Akibat urbanisasi, perempuanperempuan desa pergi ke luar negeri, demi pendidikan anak-anaknya.
Faktanya sama, tetapi gerakan perempuan masih berkutat dalam
pertarungan ideologi. Sementara potret perempuan Indonesia tetap
tidak banyak berubah.
E.1. Kiblat ke Konvensi CEDAW
Konseptualisasi feminisme berasal dari Barat pada abad ke-18 oleh
Mary Wholestonecrat dalam tulisannya A Vindication of The Right of
Women. Feminisme yang selama ini ditentang oleh gerakan dakwah
Islam adalah gerakan feminisme radikal. Gerakan ini memposisikan
laki-laki sebagai penindas perempuan. Cara pendang ini melahirkan
konsep-konsep kesetaraan gender yang bersifat perlawanan terhadap
laki-kali sehingga konsep ini kurang diterima masyarakat luas bahkan
oleh perempuan sendiri.
Selain gerakan feminisme radikal, banyak pemikiran lain yang lebih
moderat memandang laki-laki sebagai partner perempuan. Karena
partner, maka pola relasinya harus saling menguntungkan. Pendekatan
yang digunakan juga mengacu pada kesepakatan universal, misalnya hak asasi manusia (HAM).
Saat ini jaringan gerakan perempuan di dunia bergerak mengacu
pada Konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan (CEDAW-Convention on the Elimination of all
forms of Discrimination Against Women). Prinsip yang dipegang dalam
CEDAW adalah non-diskriminatif, keadilan substansitif dan kewajiban
negara. CEDAW disepakati tahun 1979 dan diratifikasi Indonesia dengan
UU No 7 Tahun 1984.
Yang dimaksud diskriminasi menurut CEDAW adalah “pembedaan,
pengucilan dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang
mempunyai pengaruh dan tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan
pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau
apa pun lainnya oleh kaum perempuan terlepas dari status perkawinan
mereka atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.”
E.2. KAMMI dan Kesetaraan Gender
Konvensi CEDAW berisi tentang hak perempuan dalam bidang
sipil dan politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta hak sama dalam
perkawinan. Konvensi CEDAW adalah gerakan isu perempuan yang
berkembang di dunia saat ini. Lalu di mana posisi KAMMI?
Gerakan dakwah muslimah KAMMI sudah semestinya menjadi
gerakan terbuka, jika ingin melakukan transformasi gagasan dalam
konteks keindonesiaan. Gerakan dakwah muslimah KAMMI semestinya
bisa bersinergi dengan gerakan perempuan yang lain di Indonesia.
KAMMI bisa bersinergi dalam isu-isu yang universal.
Namun demikian, prinsip yang harus tetap dipegang adalah syariah
Islam. Selama tidak bertentangan dengan syariah, KAMMI bisa
berkolaborasi dengan gerakan perempuan yang lain. Dengan bersinergi,
diharapkan perubahan yang dihasilkan akan memiliki pengaruh yang
lebih signifikan.
Kekhasan dakwah muslimah KAMMI yang bisa dikembangkan
adalah bahwa aktivis KAMMI didominasi generasi muda dari kelompok
intelektual. Dengan demikian, KAMMI punya potensi untuk menjadi
motor penggerak perjuangan perempuan di Indonesia bahkan di dunia islam
Untuk memenuhi panggilan gerakan itu, dakwah muslimah KAMMI
perlu lima hal pokok. Pertama, pembinaan kader. Aspek pembinaan
mutlak diperlukan oleh kader KAMMI. Kebutuhan pokok pembinaan
kader adalah bagaimana kader KAMMI bisa mendidik keluarganya
menjadi keluarga yang menegakkan Islam. Tugas itu sesungguhnya sangat
strategis dalam gerakan perempuan. Jika dalam stigma perempuan tak
perlu sekolah tinggi, bagaimana akan lahir
anak-anak yang cemerlang jika ibunya tak
memiliki pengetahuan yang luas. Seorang
pemimpin besar akan lahir dari orang tua
yang visioner.
Untuk mengemban misi besar,
diperlukan kader bervisi besar dan
berkemampuan handal. Karena itu
pengembangan potensi muslimah harus
dilakukan secara sistematis dan kontinu.
Pembinaan kader bisa dilakukan melalui
halaqah-halaqah, seminar, diskusi,
penerbitan dan berbagai pelatihan.
Kedua, pengembangan pemikiran. Sebagai sebuah gerakan
pemikiran, maka KAMMI wajib melakukan kajian-kajian untuk menggali
bagaimana Islam menyelesaikan masalah-masalah perempuan.
Bagaimana menggali bagaimana Islam menjamin keadilan antara lakilaki dan perempuan. Kajian-kajian tersebut didasarkan pada al-Quran,
Hadits, Sirah dan ijtihad para ulama. Jika KAMMI tak memiliki basis
ideologi dalam bidang gerakan pembebasan perempuan, maka KAMMI
bisa terseret gerakan ideologi yang lain—baik ekstrem kiri maupun
kanan.
Kajian-kajian ilmiah tentang isu-isu aktual perempuan, misalnya
soal diskriminasi dan hak asasi manusia atau tentang kiprah perempuan
di dunia politik. Tentu saja kaum feminis ada yang mengatakan bahwa
agama merupakan salah satu kendala dalam upaya pencapaian kesetaraan
gender, maka tugas KAMMI adalah untuk meluruskan hal itu. Jika tidak
ada pemikiran baru soal bagaimana Islam memperlakukan wanita, maka
fakta-fakta lapangan bahwa selalu ada diskriminasi perempuan dalam
syariah Islam itu akan selalu terdengar.
Salah satu fenomena menarik dalam sebuah pertemuan peneliti, dikatakan bahwa sebagian besar Perda Syariah di Indonesia diskriminatif
terhadap perempuan. Bukahkah Islam agama yang sempurna? Tidak
mungkin Allah menciptakan sebuah aturan yang bertentangan dengan
nilai kemanusiaan. Namun demikian, bantahan itu perlu dituliskan
dalam sebuah konsepsi yang jelas bukan hanya sangkalan atas pemikiran
para feminis.
Jadi, harus ada konseptualisasi kesetaraan gender dalam Islam
yang jelas berdasarkan al-Quran, Hadist, Sirah dan Ijtihad para ulama.
Sesudah itu kemudian perlu ada konseptualisasi gerakan dakwah
muslimah yang diperjuangkan. Konsep inilah yang nanti akan menjadi
sarana komunikasi dalam bersinergi dengan gerakan pemikiran gender
yang lain.
Ketiga, penyebaran pemikiran (nasyr al-fikroh). Setelah melakukan
kajian, penelitian tentang kesetaraan gender yang diperjuangkan,
KAMMI perlu melakukan penyebaran pemikiran. Semakin banyak
orang tahu tentang gerakan perempuan KAMMI, semakin terbuka ruang
kerjasama yang bisa dimanfaatkan. Semakin sering berbenturan dengan
gerakan yang lain, semakin tajam pemikiran. Karena sebuah gagasan
perubahan harus diuji seberapa efektif untuk menyelesaikan persoalan
dan seberapa luas konsep tersebut diterima sebagai sebuah kebenaran.
Penyebaran pemikiran bisa dilakukan dengan membuat penerbitan,
menulis di media cetak, seminar, diskusi online, atau ikut dalam
pertemuan internasional yang membahas permasalahan gender.
Keempat, advokasi masalah perempuan. Selain kajian-kajian,
KAMMI perlu untuk melakukan kegiatan advokasi langsung
permasalahan perempuan. Advokasi bisa dua macam; pelayanan
langsung pada perempuan yang menjadi korban dan mendorong
perubahan kebijakan responsif perempuan. Keduanya penting untuk
membangun gerakan yang mengakar.
Kegiatan pelayanan yang langsung bersentuhan dengan perempuan
penting untuk membangun sensitivitas terhadap persoalan yang
sesungguhnya. Langkah ini merupakan langkah jangka pendek yang
diperlukan. Gerakan pemikiran memerlukan praktek langsung di
lapangan, supaya gagasan perubahan itu tak jadi menara gading.
Program ini juga bisa menjadi solusi jumudnya perjuangan ketika
gerakan pemikiran ini berbanturan dengan kondisi yang ada sehingga seakan-akan tak ada hasil. Bersentuhan langsung dengan diskriminasi
itu sendiri akan menjadi sarana ideologisasi gerakan bagi para kader.
Program yang tak kalah penting adalah advokasi kebijakan. KAMMI
sebagai gerakan politik memiliki kemampuan untuk mendorong adanya
perubahan kebijakan oleh negara. Keadilan gender harus dilembagakan
dengan berbagai peraturan, prosedur dan tata pemerintahan dari tingkat
pusat hingga pemerintah lokal. Advokasi UU Pornografi merupakan
salah satu contoh gerakan perempuan di Indonesia.
Kelima, pemberdayaan perempuan sebagai langkah preventif jangka
panjang dan pembangkitan kesadaran perempuan itu sendiri. Ini bukan
bermaksud menyaingi laki-laki dalam tanggungjawabnya memberikan
nafkah bagi kaum perempuan—bagi yang sudah berkeluarga. Ratna
Megawangi (1999) menerangkan bahwa ada dua kelompok besar dalam
diskursus feminisme mengenai persoalan gender, dan keduanya saling
bertolak belakang. Pertama adalah feminis yang mengatakan, konsep
gender adalah konstruksi sosial, sehingga perbedaan jenis kelamin
tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku dalam tataran
sosial.
Namun ada juga sekelompok feminis yang lainnya yang menganggap
bahwa perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap
konstruksi konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga akan selalu
ada jenis-jenis pekerjaan berstereotip gender. Jadi kalau dilihat dari sini,
para pegiat feminisme juga masih terpecah-pecah dalam menafsirkan
persoalan gender itu sendiri.
Hal ini bukan bermaksud mengamini ajaran kaum feminis yang
sedang berkembang pesat, namun di sini para muslimah KAMMI lebih
melihat dari realita, kebutuhan, dan kenyataan yang ada. Seringkali kita
hanya mendengar isu penolakan terhadap persoalan feminisme serta
konsep kesetaraan gender yang telah digulirkan, namun terkadang
perlakuan berkebalikan, kita sendiri tak pernah mau tahu dengan akar
permasalahan yang seringkali melilit para erempuan dewasa ini.
Peran dan kontribusi muslimah KAMMI sangatlah dibutuhkan
dalam usaha peningkatan kualitas perempuan Indonesia. Kontribusi
yang tidak hanya berupa sumbangsih analisis dan pemikiran, namun
juga implementasi konkret. Salah satu persoalan perempuan yang kerap
menjadi permasalahan klasik penindasan perempuan yang sampai saat ini belum terselesaikan. Gerakan ini memang sudah sering disuarakan,
namun jika benar-benar terimplementasikan, maka akan bisa menjadi
langkah preventif jangka panjang perempuan-perempuan bangsa ini
untuk semakin memantapkan diri di segala situasi dan kondisi.
Sebuah keharusan bagi muslimah KAMMI sebagai salah satu
elemen perempuan intelektual bangsa, dapat mengambil peran ini.
Setelah empat tahapan di atas—yaitu pembinaan kader, pengembangan
pemikiran, penyebaran pemikiran, dan tataran advokasi—maka perlu
ada gerakan nyata dan menyentuh dalam upaya memberi bekal skill
terhadap perempuan Indonesia sebagai langkah menuju kemandirian
perempuan.
Muslimah KAMMI harus sadar, bahwa tidak selamanya di sebelah
seorang perempuan akan selalu ada laki-laki yang mendampinginya, ini
kerap baru disadari ketika muslimah dihadapkan dengan permasalahan
di lapangan, ada perempuan yang menjadi pekerja seks komersial (PSK)
hanya karena mereka tidak berdaya ketika suami mereka sakit keras
atau telah meninggal dunia, mereka tidak terlatih untuk mandiri dan
kerap tak mempunyai skill untuk sebuah gantungan hidupnya bersama
dengan keluarganya. Pastinya kita akan miris saat melihat realita itu.
Satu contoh persoalan perempuan itu, muslimah KAMMI harus
tetap mempertahankan pemberdayaan perempuan sebagai salah satu
solusi nyata. Memang gagasan ini tidak baru, bahkan tergolong klasik,
namun sebagai kaum intelektual, muslimah KAMMI tentunya harus bisa
mengawal agar benar-benar terwujudnya pemberdayaan perempuan
Indonesia ini.
Secara teknis Muslimah KAMMI bisa terjun ke lapangan untuk
memberikan sosialisasi awal menuju perempuan berdaya ini, memberikan
penyadaran tentang pentingnya perempuan berdaya. Selanjutnya
pemberian bekal pelatihan-pelatihan maupun pendampingan kelompokkelompok perempuan yang bersinergi dengan pihak-pihak terkait, baik
swasta maupun pemerintahan. Sehingga diharapkan meskipun hanya
tinggal di rumah, setidaknya mereka sudah mempunyai bekal dan
bahkan bisa tetap menghasilkan sesuatu, terutama dalam membantu
perekonomian keluarganya. Sebagaimana ucapan istri terkasih Baginda
Rasul, Aisyah ra., “Tidak ada celanya aku tinggal di rumah, tetapi yang aku lakukan ini untuk kebaikan manusia”.
Ijtihad Membangun Basis Gerakan hal 97-102
Mengapa KAMMI perlu memperhatikan isu perempuan, itu bukah
hal yang aneh. Selain secara statistik, jumlah kader perempuan yang
lebih banyak di KAMMI, juga karena Islam sangat memperhatikan isu
perempuan. Di era 1990-an, membicarakan masalah kesetaraan gender
merupakan hal yang tabu di kalangan perempuan. Gagasan kesetaraan
gender masih dianggap pemikiran yang kurang sesuai dengan Islam.
Mustahil menyamakan peran laki-laki dan perempuan karena Allah
menciptakan perempuan dan laki-laki itu berbeda secara fisik dan
psikologi. Islam dan gerakan feminisme menjadi dua gerakan yang
bertentangan.
Gerakan Islam memandang gagasan feminisme bertentangan dengan
syariat. Ayat yang selalu diperdebatkan adalah “al-rijaalu qowwamuna
‘ala nisa.” Bahwa laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita. Jadi, sangat
dilarang seorang perempuan menjadi pemimpin di sebuah organisasi
selama di sana masih ada laki-laki. Lebih baik memilih laki-laki meskipun
kurang kafa’ah (mampu) daripada perempuan meskipun kafa’ah.
Para feminis juga selalu mencibir tokoh-tokoh Islam yang beristri
banyak dan membatasi ruang santriwati. Islam mengurung perempuanperempuan cerdas di rumah-rumah dan madrasah khusus. Setinggi
apapun tupai melompat, akhirnya kembali ke sarangnya juga. Setinggitinggi perempuan sekolah, akhirnya jadi ibu rumah tangga saja. Itulah
pertarungan ideologi yang belum berujung hingga saat ini.
Sebagai sebuah gerakan ideologi, benturan terhadap berbagai
pemikiran itu hal biasa. Pertanyaannya adalah di mana posisi gerakan
dakwah muslimah KAMMI? Apakah muslimah KAMMI juga akan
mengambil posisi yang berseberangan di ekstrem kanan?
Yang menarik dalam pertarungan pemikiran kesetaraan gender itu
adalah bahwa fakta yang dibicarakan adalah sama. Perempuan tertinggal
dalam hal pendidikan dari laki-laki. Buruh perempuan digaji lebih kecil
dari laki-laki. Kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak disebabkan
oleh laki-laki. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi.
Jika terjadi PHK besar-besaran, maka perempuan-perempuan
bekerja untuk menghidupi keluarga. Akibat urbanisasi, perempuanperempuan desa pergi ke luar negeri, demi pendidikan anak-anaknya.
Faktanya sama, tetapi gerakan perempuan masih berkutat dalam
pertarungan ideologi. Sementara potret perempuan Indonesia tetap
tidak banyak berubah.
E.1. Kiblat ke Konvensi CEDAW
Konseptualisasi feminisme berasal dari Barat pada abad ke-18 oleh
Mary Wholestonecrat dalam tulisannya A Vindication of The Right of
Women. Feminisme yang selama ini ditentang oleh gerakan dakwah
Islam adalah gerakan feminisme radikal. Gerakan ini memposisikan
laki-laki sebagai penindas perempuan. Cara pendang ini melahirkan
konsep-konsep kesetaraan gender yang bersifat perlawanan terhadap
laki-kali sehingga konsep ini kurang diterima masyarakat luas bahkan
oleh perempuan sendiri.
Selain gerakan feminisme radikal, banyak pemikiran lain yang lebih
moderat memandang laki-laki sebagai partner perempuan. Karena
partner, maka pola relasinya harus saling menguntungkan. Pendekatan
yang digunakan juga mengacu pada kesepakatan universal, misalnya hak asasi manusia (HAM).
Saat ini jaringan gerakan perempuan di dunia bergerak mengacu
pada Konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan (CEDAW-Convention on the Elimination of all
forms of Discrimination Against Women). Prinsip yang dipegang dalam
CEDAW adalah non-diskriminatif, keadilan substansitif dan kewajiban
negara. CEDAW disepakati tahun 1979 dan diratifikasi Indonesia dengan
UU No 7 Tahun 1984.
Yang dimaksud diskriminasi menurut CEDAW adalah “pembedaan,
pengucilan dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang
mempunyai pengaruh dan tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan
pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau
apa pun lainnya oleh kaum perempuan terlepas dari status perkawinan
mereka atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.”
E.2. KAMMI dan Kesetaraan Gender
Konvensi CEDAW berisi tentang hak perempuan dalam bidang
sipil dan politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta hak sama dalam
perkawinan. Konvensi CEDAW adalah gerakan isu perempuan yang
berkembang di dunia saat ini. Lalu di mana posisi KAMMI?
Gerakan dakwah muslimah KAMMI sudah semestinya menjadi
gerakan terbuka, jika ingin melakukan transformasi gagasan dalam
konteks keindonesiaan. Gerakan dakwah muslimah KAMMI semestinya
bisa bersinergi dengan gerakan perempuan yang lain di Indonesia.
KAMMI bisa bersinergi dalam isu-isu yang universal.
Namun demikian, prinsip yang harus tetap dipegang adalah syariah
Islam. Selama tidak bertentangan dengan syariah, KAMMI bisa
berkolaborasi dengan gerakan perempuan yang lain. Dengan bersinergi,
diharapkan perubahan yang dihasilkan akan memiliki pengaruh yang
lebih signifikan.
Kekhasan dakwah muslimah KAMMI yang bisa dikembangkan
adalah bahwa aktivis KAMMI didominasi generasi muda dari kelompok
intelektual. Dengan demikian, KAMMI punya potensi untuk menjadi
motor penggerak perjuangan perempuan di Indonesia bahkan di dunia islam
Untuk memenuhi panggilan gerakan itu, dakwah muslimah KAMMI
perlu lima hal pokok. Pertama, pembinaan kader. Aspek pembinaan
mutlak diperlukan oleh kader KAMMI. Kebutuhan pokok pembinaan
kader adalah bagaimana kader KAMMI bisa mendidik keluarganya
menjadi keluarga yang menegakkan Islam. Tugas itu sesungguhnya sangat
strategis dalam gerakan perempuan. Jika dalam stigma perempuan tak
perlu sekolah tinggi, bagaimana akan lahir
anak-anak yang cemerlang jika ibunya tak
memiliki pengetahuan yang luas. Seorang
pemimpin besar akan lahir dari orang tua
yang visioner.
Untuk mengemban misi besar,
diperlukan kader bervisi besar dan
berkemampuan handal. Karena itu
pengembangan potensi muslimah harus
dilakukan secara sistematis dan kontinu.
Pembinaan kader bisa dilakukan melalui
halaqah-halaqah, seminar, diskusi,
penerbitan dan berbagai pelatihan.
Kedua, pengembangan pemikiran. Sebagai sebuah gerakan
pemikiran, maka KAMMI wajib melakukan kajian-kajian untuk menggali
bagaimana Islam menyelesaikan masalah-masalah perempuan.
Bagaimana menggali bagaimana Islam menjamin keadilan antara lakilaki dan perempuan. Kajian-kajian tersebut didasarkan pada al-Quran,
Hadits, Sirah dan ijtihad para ulama. Jika KAMMI tak memiliki basis
ideologi dalam bidang gerakan pembebasan perempuan, maka KAMMI
bisa terseret gerakan ideologi yang lain—baik ekstrem kiri maupun
kanan.
Kajian-kajian ilmiah tentang isu-isu aktual perempuan, misalnya
soal diskriminasi dan hak asasi manusia atau tentang kiprah perempuan
di dunia politik. Tentu saja kaum feminis ada yang mengatakan bahwa
agama merupakan salah satu kendala dalam upaya pencapaian kesetaraan
gender, maka tugas KAMMI adalah untuk meluruskan hal itu. Jika tidak
ada pemikiran baru soal bagaimana Islam memperlakukan wanita, maka
fakta-fakta lapangan bahwa selalu ada diskriminasi perempuan dalam
syariah Islam itu akan selalu terdengar.
Salah satu fenomena menarik dalam sebuah pertemuan peneliti, dikatakan bahwa sebagian besar Perda Syariah di Indonesia diskriminatif
terhadap perempuan. Bukahkah Islam agama yang sempurna? Tidak
mungkin Allah menciptakan sebuah aturan yang bertentangan dengan
nilai kemanusiaan. Namun demikian, bantahan itu perlu dituliskan
dalam sebuah konsepsi yang jelas bukan hanya sangkalan atas pemikiran
para feminis.
Jadi, harus ada konseptualisasi kesetaraan gender dalam Islam
yang jelas berdasarkan al-Quran, Hadist, Sirah dan Ijtihad para ulama.
Sesudah itu kemudian perlu ada konseptualisasi gerakan dakwah
muslimah yang diperjuangkan. Konsep inilah yang nanti akan menjadi
sarana komunikasi dalam bersinergi dengan gerakan pemikiran gender
yang lain.
Ketiga, penyebaran pemikiran (nasyr al-fikroh). Setelah melakukan
kajian, penelitian tentang kesetaraan gender yang diperjuangkan,
KAMMI perlu melakukan penyebaran pemikiran. Semakin banyak
orang tahu tentang gerakan perempuan KAMMI, semakin terbuka ruang
kerjasama yang bisa dimanfaatkan. Semakin sering berbenturan dengan
gerakan yang lain, semakin tajam pemikiran. Karena sebuah gagasan
perubahan harus diuji seberapa efektif untuk menyelesaikan persoalan
dan seberapa luas konsep tersebut diterima sebagai sebuah kebenaran.
Penyebaran pemikiran bisa dilakukan dengan membuat penerbitan,
menulis di media cetak, seminar, diskusi online, atau ikut dalam
pertemuan internasional yang membahas permasalahan gender.
Keempat, advokasi masalah perempuan. Selain kajian-kajian,
KAMMI perlu untuk melakukan kegiatan advokasi langsung
permasalahan perempuan. Advokasi bisa dua macam; pelayanan
langsung pada perempuan yang menjadi korban dan mendorong
perubahan kebijakan responsif perempuan. Keduanya penting untuk
membangun gerakan yang mengakar.
Kegiatan pelayanan yang langsung bersentuhan dengan perempuan
penting untuk membangun sensitivitas terhadap persoalan yang
sesungguhnya. Langkah ini merupakan langkah jangka pendek yang
diperlukan. Gerakan pemikiran memerlukan praktek langsung di
lapangan, supaya gagasan perubahan itu tak jadi menara gading.
Program ini juga bisa menjadi solusi jumudnya perjuangan ketika
gerakan pemikiran ini berbanturan dengan kondisi yang ada sehingga seakan-akan tak ada hasil. Bersentuhan langsung dengan diskriminasi
itu sendiri akan menjadi sarana ideologisasi gerakan bagi para kader.
Program yang tak kalah penting adalah advokasi kebijakan. KAMMI
sebagai gerakan politik memiliki kemampuan untuk mendorong adanya
perubahan kebijakan oleh negara. Keadilan gender harus dilembagakan
dengan berbagai peraturan, prosedur dan tata pemerintahan dari tingkat
pusat hingga pemerintah lokal. Advokasi UU Pornografi merupakan
salah satu contoh gerakan perempuan di Indonesia.
Kelima, pemberdayaan perempuan sebagai langkah preventif jangka
panjang dan pembangkitan kesadaran perempuan itu sendiri. Ini bukan
bermaksud menyaingi laki-laki dalam tanggungjawabnya memberikan
nafkah bagi kaum perempuan—bagi yang sudah berkeluarga. Ratna
Megawangi (1999) menerangkan bahwa ada dua kelompok besar dalam
diskursus feminisme mengenai persoalan gender, dan keduanya saling
bertolak belakang. Pertama adalah feminis yang mengatakan, konsep
gender adalah konstruksi sosial, sehingga perbedaan jenis kelamin
tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku dalam tataran
sosial.
Namun ada juga sekelompok feminis yang lainnya yang menganggap
bahwa perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap
konstruksi konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga akan selalu
ada jenis-jenis pekerjaan berstereotip gender. Jadi kalau dilihat dari sini,
para pegiat feminisme juga masih terpecah-pecah dalam menafsirkan
persoalan gender itu sendiri.
Hal ini bukan bermaksud mengamini ajaran kaum feminis yang
sedang berkembang pesat, namun di sini para muslimah KAMMI lebih
melihat dari realita, kebutuhan, dan kenyataan yang ada. Seringkali kita
hanya mendengar isu penolakan terhadap persoalan feminisme serta
konsep kesetaraan gender yang telah digulirkan, namun terkadang
perlakuan berkebalikan, kita sendiri tak pernah mau tahu dengan akar
permasalahan yang seringkali melilit para erempuan dewasa ini.
Peran dan kontribusi muslimah KAMMI sangatlah dibutuhkan
dalam usaha peningkatan kualitas perempuan Indonesia. Kontribusi
yang tidak hanya berupa sumbangsih analisis dan pemikiran, namun
juga implementasi konkret. Salah satu persoalan perempuan yang kerap
menjadi permasalahan klasik penindasan perempuan yang sampai saat ini belum terselesaikan. Gerakan ini memang sudah sering disuarakan,
namun jika benar-benar terimplementasikan, maka akan bisa menjadi
langkah preventif jangka panjang perempuan-perempuan bangsa ini
untuk semakin memantapkan diri di segala situasi dan kondisi.
Sebuah keharusan bagi muslimah KAMMI sebagai salah satu
elemen perempuan intelektual bangsa, dapat mengambil peran ini.
Setelah empat tahapan di atas—yaitu pembinaan kader, pengembangan
pemikiran, penyebaran pemikiran, dan tataran advokasi—maka perlu
ada gerakan nyata dan menyentuh dalam upaya memberi bekal skill
terhadap perempuan Indonesia sebagai langkah menuju kemandirian
perempuan.
Muslimah KAMMI harus sadar, bahwa tidak selamanya di sebelah
seorang perempuan akan selalu ada laki-laki yang mendampinginya, ini
kerap baru disadari ketika muslimah dihadapkan dengan permasalahan
di lapangan, ada perempuan yang menjadi pekerja seks komersial (PSK)
hanya karena mereka tidak berdaya ketika suami mereka sakit keras
atau telah meninggal dunia, mereka tidak terlatih untuk mandiri dan
kerap tak mempunyai skill untuk sebuah gantungan hidupnya bersama
dengan keluarganya. Pastinya kita akan miris saat melihat realita itu.
Satu contoh persoalan perempuan itu, muslimah KAMMI harus
tetap mempertahankan pemberdayaan perempuan sebagai salah satu
solusi nyata. Memang gagasan ini tidak baru, bahkan tergolong klasik,
namun sebagai kaum intelektual, muslimah KAMMI tentunya harus bisa
mengawal agar benar-benar terwujudnya pemberdayaan perempuan
Indonesia ini.
Secara teknis Muslimah KAMMI bisa terjun ke lapangan untuk
memberikan sosialisasi awal menuju perempuan berdaya ini, memberikan
penyadaran tentang pentingnya perempuan berdaya. Selanjutnya
pemberian bekal pelatihan-pelatihan maupun pendampingan kelompokkelompok perempuan yang bersinergi dengan pihak-pihak terkait, baik
swasta maupun pemerintahan. Sehingga diharapkan meskipun hanya
tinggal di rumah, setidaknya mereka sudah mempunyai bekal dan
bahkan bisa tetap menghasilkan sesuatu, terutama dalam membantu
perekonomian keluarganya. Sebagaimana ucapan istri terkasih Baginda
Rasul, Aisyah ra., “Tidak ada celanya aku tinggal di rumah, tetapi yang aku lakukan ini untuk kebaikan manusia”.
Ijtihad Membangun Basis Gerakan hal 97-102
0 komentar